KOMPASSINDO.COM, Jakarta – I Nyoman Gde Agus Asrama, perwakilan dari agama Hindu, Parisada Hindu Dharma Indonesia, yang menampilkan Budaya Hindu Bali, menyampaikan pandangannya mengenai nilai-nilai toleransi saat ditemui awak media di sela-sela Festival Toleransi dan Budaya 2025 di kompleks kementerian, Jakarta, Minggu (16/11). Ia, yang akrab disapa Nyoman Agus, hadir sebagai bagian dari delegasi Hindu Bali yang turut meramaikan acara tersebut.
Festival Toleransi dan Budaya 2025 sendiri merupakan komitmen komponen bangsa Indonesia dalam memperkuat nilai toleransi, sejalan dengan ratifikasi Indonesia atas Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi UNESCO yang diadopsi pada 16 November 1995, serta Resolusi 51/95 Majelis Sidang Umum PBB yang menetapkan 16 November sebagai Hari Toleransi Internasional. Peringatan ini menjadi pengingat global bahwa toleransi adalah fondasi penting bagi perdamaian, demokrasi, dan keberagaman budaya.
Dalam wawancara tersebut, Nyoman Agus menegaskan bahwa toleransi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Hindu, terutama di Bali. Budaya saling menghormati perbedaan telah mengakar kuat dalam keseharian umat Hindu dan tercermin dalam berbagai praktik spiritual maupun sosial.
“Kalau bicara toleransi di Bali atau di Hindu, itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan kami. Sikap toleransi itu sudah menjadi budaya. Kami terbiasa dengan perbedaan, bahkan dalam memuja dan menyembah Tuhan dengan cara berbeda-beda. Semua itu merupakan bagian dari konsep Ketuhanan kami,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa keragaman cara beragama antara Hindu Bali, Hindu Kaharingan, Hindu Jawa, hingga komunitas Hindu di India, menunjukkan betapa luasnya nilai penghormatan dan penerimaan dalam ajaran Hindu. Perbedaan cara beribadah dianggap wajar karena setiap komunitas memiliki tradisi, filosofi, dan pendekatan spiritual yang berbeda untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
“Bagi kami, agama adalah hal yang sangat personal. Cara seseorang memuji dan memuja Tuhan itu berbeda-beda, dan di Hindu semua itu dihormati. Setiap cara berbakti adalah suci selama tujuannya tetap kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan tidak hanya manusia, tumbuh-tumbuhan dan seluruh ciptaan Tuhan pun kami hormati,” tambahnya.
Nyoman Agus juga menyampaikan apresiasi terhadap pelaksanaan Festival Toleransi dan Budaya 2025, yang dinilainya sangat relevan untuk memperkuat kesadaran kolektif tentang pentingnya hidup rukun dalam keberagaman. Menurutnya, kehadiran budaya Hindu Bali sebagai bagian dari perayaan Hari Toleransi Nasional menjadikan acara ini kaya warna dan sarat makna.
“Ketika budaya Hindu Dharma Indonesia, khususnya budaya Bali, ditampilkan dalam Hari Toleransi Nasional, itu menjadi roh yang sangat menyatu. Kegiatan seperti ini penting sebagai pengingat agar anak-anak bangsa memiliki sikap toleran. Dengan begitu, bangsa kita menjadi bangsa yang damai, aman, dan sejahtera, sesuai cita-cita kemerdekaan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara Pancasila sudah memiliki landasan kokoh dalam menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Karena itu, setiap elemen bangsa harus terus mendorong dan menjaga sikap toleransi sebagai jati diri nasional.
“Acara seperti ini harus kita dukung bersama. Toleransi adalah nilai demokrasi yang luhur. Sebagai bangsa Pancasila, kita menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa dan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab. Ini sejalan dengan tujuan kita membangun bangsa yang rukun dan harmonis,” tutupnya.
Festival Toleransi dan Budaya 2025 diharapkan menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk terus meneguhkan komitmen terhadap keberagaman, sekaligus menguatkan budaya toleransi sebagai pilar persatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
