KOMPASSINDO.CO.ID, JAKARTA, 21 Agustus 2025 – Asia Fashion (Indonesia) Show 2025 (AFS) resmi digelar pada 21–23 Agustus 2025 di Hall A1-2-A3, JIExpo Kemayoran Jakarta. Pameran mode bergengsi ini menghadirkan 150 peserta dari berbagai negara, termasuk 40 peserta lokal Indonesia hasil kerja sama strategis dengan Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia). Acara ini diselenggarakan oleh Guangdong Qiya Exhibition Co., Ltd. dengan dukungan co-organizer Siswadi.
Dalam wawancara bersama awak media, Siswadi menegaskan bahwa penyelenggaraan pameran tidak cukup hanya sekali, melainkan harus konsisten digelar dalam jangka panjang agar mampu menciptakan dampak nyata bagi industri mode di Indonesia.
“Kalau pameran mau sukses, butuh waktu minimal lima tahun berturut-turut. Pameran itu harus berkesinambungan agar masyarakat mengenal, produk lebih dikenal, dan ekosistem bisnis terbentuk. Tahun pertama mungkin masih perkenalan, tapi tahun-tahun berikutnya akan terlihat hasilnya,” jelas Siswadi.
Menurutnya, daya saing industri fashion Indonesia sebenarnya cukup tinggi, namun masih menghadapi tantangan besar, terutama dari produk impor, khususnya dari Tiongkok yang memiliki kapasitas produksi massal dengan harga lebih murah. “Di China, skala produksinya sangat besar sehingga harga mereka lebih kompetitif. Indonesia sebenarnya punya pasar besar, orang kita suka belanja barang-barang baru, model cepat berganti, tapi perlu dukungan agar bisa bersaing,” ujarnya.
Terkait target transaksi, Siswadi optimis penyelenggaraan AFS 2025 dapat mencapai angka USD 1 juta, bahkan lebih tinggi dari target awal. “Kita pasang target satu juta dolar, tapi optimis bisa tembus hingga 1,5 juta dolar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, apalagi tren belanja masyarakat kita cukup tinggi,” katanya.
Siswadi juga menyoroti dampak positif dari penyelenggaraan pameran internasional terhadap perekonomian lokal. “Kalau ada peserta internasional datang, mereka bukan hanya bawa produk, tapi juga membawa devisa. Mereka tinggal di hotel, makan, sewa transportasi, bahkan memanfaatkan tenaga kerja lokal. Ini jelas menggerakkan ekonomi Jakarta secara khusus,” terangnya.
Meski begitu, ia mengakui masih ada kendala besar, yakni kurangnya perhatian pemerintah terhadap penyelenggaraan pameran internasional. “Seharusnya pemerintah lebih serius mendukung pameran semacam ini, bukan hanya dari sisi regulasi tapi juga pembiayaan dan fasilitasi. Di negara lain, pemerintah justru mendorong pelaku usaha lokal ikut pameran ke luar negeri. Kita jangan hanya jadi pasar, tapi juga harus bisa mengekspor dan tampil di kancah global,” tegas Siswadi.
Ia menambahkan, pameran seharusnya juga menjadi ajang untuk mendukung UMKM agar bisa naik kelas. “Kalau UMKM kita diberi kesempatan ikut pameran internasional, pasti banyak peluang terbuka. Tapi seringkali mereka terkendala biaya. Pemerintah seharusnya bisa menyiapkan anggaran khusus untuk pameran internasional, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, agar produk Indonesia bisa lebih dikenal,” tambahnya.
Menutup wawancara, Siswadi menyampaikan harapannya agar pemerintah dan pelaku usaha dapat bersinergi menjadikan AFS sebagai momentum membangun ekosistem fashion nasional. “Indonesia punya potensi besar, pasar besar, dan produk kreatif. Tinggal bagaimana kita bisa konsisten menyelenggarakan pameran, memberi dukungan penuh pada pelaku usaha, dan menjadikan industri fashion Indonesia berdaya saing global,” pungkasnya.