JAKARTA, KOMPASSINDO.COM – Pernyataan Menteri Keuangan yang menyebut guru sebagai “beban negara” memicu keprihatinan mendalam di kalangan pendidik. Meski konteks yang dimaksud mungkin terkait beban fiskal dalam APBN, kalimat tersebut meninggalkan luka bagi profesi guru yang seharusnya dihormati.

“Guru tidak pantas disebut sebagai beban. Tanpa guru, tidak akan lahir dokter, insinyur, pemimpin, bahkan pejabat negara. Guru adalah investasi jangka panjang peradaban, bukan sekadar pos pengeluaran,” tegas Eka Putri Handayani, praktisi pendidikan anak usia dini.

Menurutnya, pandangan yang menempatkan guru hanya dari sisi biaya jelas keliru. Justru masyarakat telah lama membantu pemerintah melalui berbagai yayasan dan lembaga swadaya yang menanggung biaya operasional sekolah swasta demi memastikan anak-anak tetap mendapatkan hak belajarnya.

“Banyak guru yang berusaha sekuat tenaga menjaga agar lembaga pendidikan tetap berjalan, meskipun sering dengan fasilitas terbatas dan kesejahteraan yang jauh dari cukup,” tambahnya.

Eka menekankan, pernyataan yang mengesankan guru sebagai beban tidak selaras dengan kenyataan di lapangan. “Sesungguhnya, beban terbesar bangsa ini bukan keberadaan guru, melainkan sistem yang belum sepenuhnya adil dalam memberikan penghargaan, perlindungan, dan kesejahteraan bagi tenaga pendidik,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah tidak lagi melihat guru hanya dari kaca mata fiskal, melainkan dari peran strategisnya sebagai pilar pembangunan bangsa. “Investasi terbesar sebuah negara bukan pada infrastruktur semata, melainkan pada pendidikan dan guru yang menghidupkannya,” pungkas Eka.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *