JAKARTA, KOMPASSINDO.COM, Bertempat di Tugu Proklamasi, Senin (18/8) – Gelombang keprihatinan terhadap krisis lingkungan di kawasan Danau Toba dan Tapanuli Raya kembali menggema di Jakarta. Masyarakat Tapanuli yang berdomisili di Ibu Kota, bersama perwakilan gereja, tokoh adat, dan sejumlah organisasi masyarakat sipil, menggelar “Long March dan Doa Bersama Merawat Lingkungan Hidup” sebagai bentuk kepedulian sekaligus seruan moral untuk menyelamatkan tanah leluhur dan ekosistem yang terancam.
Acara ini tidak sekadar menjadi simbol doa dan harapan, melainkan juga seruan nyata kepada pemerintah agar lebih serius dalam menanggapi kerusakan lingkungan, perampasan tanah adat, hingga kriminalisasi masyarakat adat yang kerap terjadi di wilayah Sumatera Utara.
Karmen Siregar: Negara Harus Hadir
Ketua Umum BP Lansia Indonesia, Karmen Siregar, SH, dalam keterangannya kepada awak media menyampaikan rasa syukur karena dapat hadir bersama masyarakat Tapanuli untuk berdoa bagi kelestarian alam. Ia menegaskan bahwa peran negara dalam menjaga lingkungan hidup dan menegakkan hukum sangat dinantikan masyarakat.
“Kami berdoa agar bangsa dan negara dipimpin dengan bijaksana, hukum dijalankan dengan adil, dan lingkungan hidup benar-benar dijaga. Situasi yang terjadi di Tapanuli sudah sangat memprihatinkan. Masyarakat berulang kali bersuara, tapi kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak adat terus berlangsung. Kami berharap pemerintah bertindak tegas menghentikan praktik-praktik yang merugikan rakyat,” tegas Karmen.
Lebih jauh, Karmen menyinggung praktik perusahaan besar yang dinilai telah merusak hutan dan mencemari Danau Toba. Menurutnya, masyarakat tidak anti-investasi, tetapi menolak cara-cara yang merusak alam dan menyingkirkan warga dari tanah leluhur mereka.
Parasman Pasaribu: Intimidasi dan Kekerasan Harus Dihentikan
Senada dengan itu, St. Drs. Parasman Pasaribu, MM, dari Forum Perjuangan Masyarakat Habornas Kabupaten Toba (Forpemas Habornas), menyampaikan bahwa aksi long march dan doa bersama ini juga merupakan bentuk solidaritas terhadap warga yang mengalami kekerasan dan intimidasi di kampung-kampung adat.
“Kami sudah berulang kali menyampaikan aspirasi, namun sampai sekarang masyarakat adat masih mengalami intimidasi. Ada pendeta yang diusir ketika hendak melayani jemaat, ada warga yang rumahnya dirusak, dan lahan pertanian rakyat pun ditanami ulang oleh perusahaan tanpa izin. Hal ini sudah kelewatan,” ujarnya.
Konflik Berdarah di Dusun Natinggir
Parasman menambahkan, konflik terbaru yang terjadi di Dusun Natinggir, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba pada 7–8 Agustus 2025 menjadi bukti nyata eskalasi kekerasan. Menurut kesaksiannya, penduduk Dusun Natinggir yang hanya berjumlah sekitar 30 orang diserang oleh ratusan karyawan PT Toba Pulp Lestari (TPL) bersama warga dusun lain.
“Penduduk yang bertahan di rumah dilempari, mengakibatkan tiga orang menjadi korban, enam rumah rusak, satu warung dijarah, dan 21 sepeda motor hancur. Semua bermula dari penanaman paksa yang dilakukan TPL di atas tanah yang sudah lama dikuasai dan digarap penduduk dengan tanaman jagung, padi, jahe, hingga jeruk,” jelas Parasman.
Ironisnya, Wakil Bupati Toba sudah menyurati pihak perusahaan agar menghentikan penanaman paksa, namun surat resmi tersebut tidak digubris. Kini, seluruh tanah warga yang selama ini ditanami sudah dipenuhi eukaliptus oleh TPL, menyisakan hanya area perumahan penduduk.
“Kami ingin pemerintah tidak hanya mengeluarkan izin-izin, tapi juga memastikan hak rakyat dihormati. Jika rakyat terus ditindas, bagaimana mungkin kita bisa bicara tentang keadilan sosial?” tegasnya.
Seruan Bersama
Aksi yang berlangsung damai ini ditutup dengan deklarasi bersama yang menyerukan penyelamatan Danau Toba dan kawasan adat Tapanuli. Para peserta menegaskan komitmen untuk terus berjuang, mengedukasi generasi muda, dan menjaga kelestarian alam demi masa depan.
Melalui long march dan doa bersama ini, masyarakat Tapanuli di Jakarta ingin menunjukkan bahwa perjuangan menjaga lingkungan hidup adalah perjuangan kolektif. Mereka berharap suara rakyat kecil dapat menggugah nurani para pemimpin bangsa agar segera mengambil langkah nyata menyelamatkan bumi dan manusia yang bergantung padanya.