JAKARTA, KOMPASSINDO.COM, 26 Juni 2025 — Asmat Amin, Managing Director dari PT Sri Pertiwi Sejati (SPS) Group, menyampaikan apresiasi dan pandangannya dalam wawancara usai menerima penghargaan bergengsi di ajang Indonesia Property\&Bank Award (IPBA) XIX yang digelar di Ballroom Hotel Mulia Senayan, Jakarta, pada Rabu malam (25/6). Acara yang turut dihadiri dua menteri kabinet ini menjadi momentum penting bagi pelaku industri properti untuk menyuarakan dukungan dan masukan terhadap program pembangunan nasional.

Mengusung tema “Akselerasi Pembangunan untuk Kesejahteraan Rakyat Menuju Indonesia Emas 2045 melalui Asta Cita Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran”, IPBA XIX 2025 memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh pemerintahan, pelaku usaha, bankir, dan profesional yang dinilai berkontribusi signifikan dalam penyediaan hunian layak, penciptaan lapangan kerja, serta penguatan ekonomi nasional.

Menurut Asmat Amin, kehadiran dua menteri dan berbagai pemangku kepentingan dalam ajang ini menandakan bahwa pemerintah memiliki komitmen kuat dalam mendorong pembangunan perumahan. Ia menegaskan bahwa sektor properti bukan hanya tentang bangunan fisik, tetapi juga sebagai lokomotif ekonomi nasional yang menggerakkan lebih dari 170 industri turunannya.

“Presiden kita sangat memahami bahwa sektor properti adalah penggerak ekonomi yang strategis. Apabila sektor ini bergerak, maka banyak industri lain ikut tumbuh. Ini menjadi tulang punggung untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional ke atas 5%, bahkan 8%,” ujar Asmat.

Lebih lanjut, ia menyoroti tantangan besar dalam program 3 juta rumah, terutama terkait dengan ketersediaan lahan. Ia menjelaskan bahwa untuk membangun 16 juta rumah dalam lima tahun, dibutuhkan sekitar 1,6 miliar meter persegi lahan jika pola pembangunan masih berfokus pada landed house. Menurutnya, kondisi ini tidak realistis karena lahan yang tersedia semakin sempit dan sulit diakses.

“Kita harus realistis. Lahan yang dekat sentra industri jumlahnya sangat terbatas. Kalau pun ada, harganya mahal dan aksesnya sulit. Solusinya, pemerintah harus mulai mengembangkan pola pembangunan vertikal atau rumah susun yang dekat pusat aktivitas ekonomi,” tegasnya.

Asmat menambahkan, jika rumah dibangun terlalu jauh dari tempat kerja — bahkan bisa memakan waktu perjalanan dua jam — maka hunian tersebut menjadi tidak layak huni dan berpotensi terbengkalai. Hal ini, menurutnya, akan menjadi masalah besar di masa depan jika tidak diantisipasi sejak sekarang.

“Rumah yang dibangun jauh dari pusat kerja hanya akan menjadi angka statistik. Nyatanya, banyak yang akan memilih menyewa tempat tinggal di dekat kota dan membiarkan rumah subsidi mereka kosong,” kata Asmat.

Sebagai penutup, Asmat berharap agar pemerintah lebih jeli dalam memetakan pengembangan sektor properti, baik dari sisi lokasi maupun pola pembangunan. Ia menekankan pentingnya sinergi antara sektor publik dan swasta agar program sejuta rumah tepat sasaran dan benar-benar menjadi solusi jangka panjang.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *