JAKARTA, KOMPASSINDO.COM – Dalam rangkaian acara Rapat Kerja Teknis Densus 88 AT Polri Tahun Anggaran 2025 yang berlangsung pada Selasa (22/4) di Jakarta, sejumlah UMKM binaan Satgas Densus 88 Jawa Barat turut ambil bagian memeriahkan acara melalui pameran produk lokal. Salah satunya adalah Mulyani, owner dari Blakcir (Seblak Cirebon), yang menghadirkan inovasi cemilan khas Cirebon yang menggugah selera dan penuh makna di balik proses produksinya.
Blakcir merupakan singkatan dari “Seblak Cirebon”, sebuah brand yang mengangkat kuliner khas berbasis kerupuk sari udang yang dipadukan dengan bumbu-bumbu rempah berkualitas seperti cabai kering, kencur, bawang putih, kaldu, dan garam. Cemilan ini tak hanya nikmat disantap kapan saja, tapi juga punya filosofi dan kisah inspiratif di balik proses kelahirannya.
“Kami memilih nama Blakcir karena ingin menunjukkan identitas daerah, bahwa seblak ini khas dari Cirebon. Bukan hanya sekadar meniru dari Bandung, tapi punya ciri khas sendiri yaitu bahan dasarnya kerupuk sari udang – sesuatu yang sangat identik dengan kota Cirebon dan sekitarnya seperti Tegal, yang dikenal sebagai kota udang,” ungkap Mulyani saat diwawancara di booth UMKM-nya.
Dengan tagline “Sekali Makan, Nggak Bisa Berhenti”, Blakcir memang terbukti punya cita rasa yang bikin ketagihan. Kerupuknya digoreng hingga renyah, lalu dibalur dengan bumbu pedas gurih yang seimbang, menciptakan sensasi nikmat yang disukai semua kalangan – dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.
“Kami mengolah kerupuk dari mentah, lalu kami ‘berangkatkan’—istilah Sundanya untuk kerupuk yang digoreng hingga mengembang. Setelah itu kami racik dengan bumbu berkualitas. Konsumen bilang rasanya ‘nendang banget’ – pedasnya dapet, gurihnya pas, bikin nagih,” jelasnya.
Tak hanya soal rasa, cerita di balik Blakcir juga menjadi bukti nyata bahwa harapan dan perubahan itu nyata. Mulyani merupakan salah satu eks-terpidana kasus terorisme yang kini bangkit dan membangun masa depan baru lewat jalur wirausaha. Berkat binaan dari Satgas Densus 88 AT Polri wilayah Jawa Barat, ia mampu membentuk identitas baru sebagai pelaku UMKM yang sukses dan berdampak positif bagi lingkungannya.
“Setelah keluar dari masa lalu yang kelam, kami dibina dan diarahkan. Saya mulai dari dapur rumah, dengan modal seadanya. Dulu kami belum punya sertifikat halal, belum ada izin edar, tapi tetap produksi secara rumahan. Perlahan kami berkembang, dan sekarang produk Blakcir sudah dikenal luas, bahkan punya repeat order yang tinggi,” kisahnya penuh semangat.
Produk Blakcir kini tersedia dalam beberapa ukuran, mulai dari kemasan kecil seharga Rp2.000 hingga kemasan besar 1 kg seharga sekitar Rp65.000. Dengan penjualan yang terus meningkat, Mulyani berharap ke depan dapat memiliki pabrik sendiri, memperkuat sistem produksi, serta memperluas distribusi dan pemasaran.
“Saat ini produksi masih manual, tapi kami optimis suatu hari bisa punya pabrik sendiri. Bukan hanya untuk membesarkan usaha, tapi juga membuka lapangan kerja bagi warga sekitar dan membuktikan bahwa siapa pun bisa berubah dan berkontribusi positif bagi masyarakat,” tambahnya.
Blakcir bukan sekadar cemilan. Ia adalah simbol perubahan, harapan, dan semangat untuk bangkit. Dari sebuah rumah kecil di Cirebon, kini Blakcir hadir di Jakarta, menyapa ribuan orang lewat rasa khas yang kaya rempah, dan cerita hidup yang penuh inspirasi.