JAKARTA, KOMPASSINDO.COM, 19 Agustus 2025 – Pernyataan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, dalam pidatonya di Kampus Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) ITB pada 7 Agustus 2023 lalu sempat menuai polemik. Dalam potongan video yang beredar di media sosial, ia dinilai menyebut guru sebagai beban negara. Namun, setelah pidatonya dicermati secara utuh, Sri Mulyani sebenarnya tidak secara langsung mengatakan hal tersebut, melainkan menyinggung rendahnya gaji guru dan dosen sebagai tantangan bagi keuangan negara, serta mempertanyakan apakah sepenuhnya harus ditanggung APBN atau juga melibatkan partisipasi masyarakat.

Menanggapi isu tersebut, Direktur Pusat Studi Pendidikan Publik sekaligus Wakil Sekretaris Jenderal PB PGRI, Sumardiansyah Perdana Kusuma, menegaskan sejak awal ia memahami bahwa berita yang viral tidak sepenuhnya benar. Namun demikian, menurutnya, Sri Mulyani tetap mengeluarkan pernyataan yang tidak semestinya disampaikan di ruang publik.

“Walaupun tidak menyebut guru sebagai beban negara secara langsung, namun kata-kata yang dilontarkan sebenarnya tidak perlu diucapkan. Apalagi mempertanyakan apakah pembiayaan pendidikan sepenuhnya ditanggung APBN atau melibatkan partisipasi masyarakat, seolah-olah mengabaikan amanat konstitusi,” tegas Sumardiansyah.

Amanat Konstitusi Jelas: Pendidikan Tanggung Jawab Negara
Sumardiansyah mengingatkan bahwa konstitusi sudah menegaskan tanggung jawab negara dalam pendidikan. UUD 1945 Pasal 31 ayat (2) menegaskan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pasal 31 ayat (3) menyebutkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. Pasal 31 ayat (4) mewajibkan negara memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% APBN dan APBD untuk pendidikan.

“Pembiayaan sekolah, gaji dan tunjangan guru, beasiswa, sarana prasarana, hingga pelatihan guru, semuanya jelas merupakan tanggung jawab negara, bukan beban negara,” ujarnya.

Tujuh Rekomendasi Kebijakan Pendidikan
Dalam pandangannya, Sumardiansyah mendorong pemerintah agar fokus pada pengelolaan anggaran yang benar-benar berpihak pada penguatan persekolahan, peningkatan kesejahteraan guru, dan perlindungan terhadap tenaga kependidikan. Ia menyampaikan tujuh rekomendasi strategis:

  1. Mengembalikan distribusi anggaran pendidikan yang tersebar di 22 kementerian/lembaga agar fokus pada PAUD, pendidikan dasar, dan menengah sesuai amanat 20% APBN/APBD.
  2. Menjalankan Keputusan MK No. 3/2025 untuk menyediakan pendidikan dasar gratis, baik negeri maupun swasta, serta menyiapkan pembiayaan futuristik dalam RUU Sisdiknas untuk jenjang SMA/SMK hingga perguruan tinggi.
  3. Meninjau kembali anggaran pendidikan 2026 sebesar Rp757 triliun, dimana 44% terserap di program MBG, agar lebih proporsional menyasar BOS, BOP PAUD, tunjangan guru, beasiswa, renovasi sekolah, hingga KIP Kuliah.
  4. Menyelesaikan sertifikasi bagi 1 juta guru dalam jabatan yang belum tuntas.
  5. Membuka kembali skema inpassing bagi guru swasta agar kesejahteraannya setara dengan ASN.
  6. Menuntaskan pengangkatan 428.640 guru honorer dan 735.049 tenaga kependidikan honorer menjadi ASN PPPK.
  7. Mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan APBD dalam bentuk tunjangan tambahan bagi ASN guru maupun tenaga kependidikan, serta dana hibah untuk tenaga non-ASN.

Pesan Penutup
Sumardiansyah menekankan, partisipasi masyarakat dalam pendidikan memang penting, sebagaimana diatur dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, misalnya lewat peran sekolah swasta. Namun tanggung jawab utama tetap berada di tangan negara.

“Pejabat publik harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan terkait guru dan pendidikan. Negara harus hadir sepenuhnya karena pendidikan adalah amanat konstitusi, bukan beban negara,” pungkasnya.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *