JAKARTA, KOMPASSINDO.COM — Indonesia Millenials Center (IMC) menggelar Seminar Hukum bertajuk “RKUHAP: Langkah Strategis Menuju Kedaulatan Hukum Nasional” di Aula Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta, pada Rabu (30/7/2025). Acara ini menghadirkan sejumlah pakar hukum terkemuka, antara lain Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. (Guru Besar Universitas Al Azhar Indonesia), Saor Siagian, S.H. (praktisi hukum), dan Dr. Azmi Syahputra, S.H., M.H. (akademisi Universitas Trisakti). Seminar dimoderatori oleh Direktur Eksekutif IMC, Yerikho Menurung.
Seminar ini diselenggarakan sebagai respons atas kebutuhan mendesak pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah berlaku sejak 1981 tanpa revisi menyeluruh. Para narasumber sepakat bahwa dinamika sosial, politik, dan perkembangan teknologi selama empat dekade terakhir menuntut pembaruan sistem hukum yang lebih adaptif dan berkeadilan.
Dalam paparannya, Prof. Suparji Ahmad menekankan pentingnya revisi KUHAP yang terstruktur dan berlandaskan prinsip hukum yang kokoh. Ia mengingatkan persoalan klasik dalam sistem peradilan, seperti proses hukum yang lamban dan praktik penahanan yang kerap tidak proporsional.
“Revisi KUHAP tidak boleh dilakukan terburu-buru, namun juga tidak boleh stagnan. Reformasi harus mengutamakan due process of law, penghormatan terhadap hak-hak tersangka dan terdakwa, serta pengawasan efektif antar penegak hukum,” ujarnya. Prof. Suparji juga mendorong keterlibatan lembaga seperti KPK dalam memberikan masukan resmi agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Sementara itu, Dr. Azmi Syahputra menggarisbawahi pentingnya KUHAP yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Digitalisasi sistem peradilan pidana, mulai dari pelaporan hingga penyidikan, menjadi kunci untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas. Ia juga mengusulkan perluasan kewenangan penuntut umum guna memperkuat prinsip keadilan substantif.
“Penyempurnaan KUHAP harus mencerminkan penghormatan terhadap HAM, nilai-nilai masyarakat, dan harmonisasi dengan kemajuan hukum internasional,” tegasnya.
Sejalan dengan itu, praktisi hukum Saor Siagian menegaskan agar revisi KUHAP membuka ruang partisipasi publik secara luas. Ia mengkritisi kecenderungan proses legislasi yang elit dan minim keterlibatan masyarakat.
“Senjata yang dipakai aparat bukan berasal dari nenek moyangnya, tapi dari rakyat. Maka hukum harus menjadi alat perlindungan, bukan alat penaklukan,” ujar Saor.
Direktur Eksekutif IMC, Yerikho Menurung, menyatakan dukungan penuh atas inisiatif pemerintah dan DPR dalam merevisi KUHAP, namun mengingatkan pentingnya transparansi dan keterbukaan partisipasi dalam proses legislasi.
“Partisipasi masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi hukum harus dibuka selebar-lebarnya. KUHAP baru harus mengakomodasi kebutuhan rakyat, bukan sekadar hasil kompromi elit politik,” tegas Yerikho. Ia juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antar lembaga penegak hukum agar pembaruan KUHAP benar-benar membawa perubahan pada sistem peradilan yang adil dan manusiawi.
Seminar ini menjadi ruang dialog konstruktif untuk merumuskan arah pembaruan hukum acara pidana nasional. IMC berkomitmen mengawal proses revisi KUHAP sebagai bagian dari penguatan kedaulatan hukum Indonesia.
DPR saat ini masih membuka ruang partisipasi masyarakat dalam penyampaian pendapat, dan IMC berencana menyampaikan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) langsung kepada DPR.