Jakarta, KOMPASSINDO.COM, 17 Juni 2025 — Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) secara resmi menghadiri agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi III DPR RI, dengan fokus pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHAP). Agenda ini menjadi momentum penting bagi PERADI untuk menyampaikan pandangan kritis dan konstruktif dari perspektif profesi advokat terhadap substansi dan arah pembaruan hukum pidana nasional.
RDPU yang digelar di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II Senayan, Jakarta, menghadirkan jajaran pimpinan Komisi III serta perwakilan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), selain delegasi dari PERADI yang hadir atas undangan resmi parlemen.

Mewakili Ketua Umum DPN PERADI, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M., pandangan organisasi disampaikan langsung oleh R. Dwiyanto Prihartono, S.H., M.H., selaku Ketua Harian DPN PERADI yang juga bertindak sebagai Koordinator Tim Advokasi KUHAP.
Pandangan PERADI: Cerminkan Semangat Reformasi Hukum
Dalam pernyataan pembukaannya, Dwiyanto menegaskan bahwa PERADI mendukung pembaruan KUHAP sepanjang tetap selaras dengan prinsip-prinsip kepastian hukum, perlindungan hak konstitusional, dan penghormatan terhadap asas-asas peradilan yang adil (fair trial).
“PERADI menekankan bahwa KUHAP yang baru harus menjawab kebutuhan zaman, tidak sekadar mengganti produk kolonial. Ia harus progresif, konstitusional, dan menghindari ruang tafsir yang berlebihan oleh aparat penegak hukum,” ujar Dwiyanto dalam pemaparannya di hadapan Komisi III.
Beberapa isu utama yang menjadi sorotan PERADI antara lain:
- Delik-delik yang dinilai membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat, terutama pasal-pasal terkait penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara.
- Hak-hak tersangka dan penasihat hukumnya, termasuk larangan penyadapan pembicaraan antara advokat dan klien tanpa dasar hukum yang sah.
- Akses terhadap dokumen hukum, khususnya salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bagi advokat yang mendampingi saksi maupun tersangka.
- Perluasan kewenangan praperadilan, agar masyarakat dapat menguji legalitas proses penyelidikan yang dianggap tidak sesuai hukum.
Dwiyanto menyebut bahwa saat ini masih terdapat ketentuan-ketentuan dalam RUU KUHAP yang berpotensi multitafsir dan dapat menjadi alat represif jika tidak diperjelas batasannya secara tegas. Misalnya, dalam hal penyadapan pembicaraan advokat dan klien.
“Pembicaraan antara advokat dan klien adalah ruang privat yang dilindungi hukum. Jika tidak ada batasan tegas, maka prinsip confidentiality sebagai bagian dari hak atas pembelaan akan terancam,” jelasnya.
Usulan Teknis PERADI terhadap Perubahan Hukum Acara
PERADI juga menyampaikan usulan substansi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terutama dalam aspek teknis penegakan hukum. Beberapa usulan tersebut antara lain:
- Pemisahan norma-norma teknis tertentu agar tidak dibebankan ke dalam KUHAP, melainkan diatur dalam regulasi tersendiri yang lebih fleksibel dan adaptif terhadap perkembangan teknologi dan praktik peradilan.
- Kepastian akses hukum oleh penasihat hukum terhadap dokumen-dokumen pemeriksaan, yang saat ini kerap terhambat oleh keterbatasan aturan formal.
- Praperadilan atas penghentian penyelidikan (SP2Lidik) yang selama ini belum dapat diuji secara yudisial karena belum menjadi objek praperadilan menurut hukum positif yang berlaku.
“Banyak dokumen penting seperti SP2Lidik yang diterbitkan penyelidik tanpa mekanisme kontrol yang memadai. Ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Maka kami mengusulkan agar hal ini bisa menjadi objek praperadilan,” tegas Dwiyanto dalam forum tersebut.
Komitmen PERADI pada Legislasi Partisipatif
Usai forum RDPU, delegasi PERADI menggelar konferensi pers (doorstop) yang diliput berbagai media nasional. Dalam kesempatan itu, Dr. Supriyanto Refa, S.H., M.H., selaku Wakil Ketua Umum DPN PERADI, menambahkan bahwa PERADI memiliki tanggung jawab moral dan profesional untuk turut mengawal proses legislasi demi tegaknya keadilan substantif.
“Kami bukan hanya mitra kritis, tetapi juga mitra strategis DPR dan pemerintah dalam membangun sistem hukum nasional. Aspirasi kami mewakili kepentingan praktisi hukum yang sehari-hari bersentuhan langsung dengan dampak dari setiap produk hukum yang dilahirkan,” ujar Refa.
Menurutnya, semangat reformasi hukum pidana tidak boleh hanya menjadi slogan. Ia harus diterjemahkan dalam pasal-pasal yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi, HAM, dan penghormatan terhadap profesi hukum.
Penutup: Legislasi Responsif, Aspiratif, dan Berkualitas
RDPU bersama PERADI ini menjadi bagian dari upaya Komisi III DPR RI untuk merumuskan KUHAP yang lebih responsif, aspiratif, dan berkualitas. Dengan menjaring masukan dari pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi seperti PERADI, diharapkan RUU KUHP yang akan disahkan benar-benar mewakili suara keadilan publik, bukan sekadar memenuhi agenda politik formal.
DPN PERADI menegaskan akan terus terlibat aktif dalam setiap tahapan penyusunan regulasi strategis, termasuk memberikan legal opinion dan analisis akademik terhadap produk legislasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.