Merauke, KOMPASSINDO.COM, Papua Selatan — Ketua DPW Apkasindo Papua Selatan, Makarius Meki Taman, menyuarakan keresahan masyarakat terkait masuknya perusahaan sawit ke wilayah kampung di Papua Selatan, khususnya di Kabupaten Merauke. Dalam keterangannya kepada awak media, Makarius menyoroti dugaan pelanggaran prosedur yang merugikan masyarakat adat setempat.
Menurut Makarius, perusahaan sawit tersebut diduga masuk tanpa melalui proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang seharusnya menjadi syarat utama sebelum proyek besar dijalankan. “Perusahaan ini masuk ke kampung tanpa AMDAL yang jelas. Masyarakat jadi korban besar, bahkan lahan mereka hanya dihargai Rp20 ribu per hektare. Ini sangat tidak masuk akal dan merugikan hak masyarakat adat,” tegas Makarius.
Lebih lanjut, Makarius mengungkapkan bahwa luas lahan yang terdampak mencapai 4.632 hektare. Masyarakat, yang sebelumnya bergantung pada hasil hutan dan pertanian lokal, kini harus menghadapi ancaman kehilangan tanah warisan leluhur. “Ini bukan hanya soal lahan, tapi juga soal keberlangsungan hidup masyarakat. Lahan itu sumber pangan dan ekonomi mereka,” tambahnya.
Ia juga menyinggung peran pemerintah yang dinilai kurang tegas dalam mengawal proses izin perusahaan. “Pemerintah sudah terlanjur memberikan kesempatan kepada perusahaan, tapi masyarakat justru terpinggirkan. Kita berharap Satgas dan dinas teknis segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.
Makarius menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah daerah, dinas teknis, dan masyarakat dalam merancang program perkebunan yang adil dan berkelanjutan. Menurutnya, proyek perkebunan sawit bisa berjalan, asalkan mengikuti aturan yang berlaku dan tetap memprioritaskan hak serta kesejahteraan masyarakat setempat.
“Kalau pemerintah mau buat pilot project sawit di Papua Selatan, harus jelas aturannya. Jangan hanya menguntungkan investor besar. Masyarakat harus dilibatkan dan diberdayakan. Kalau dibiarkan begini terus, masyarakat akan terus jadi korban,” pungkas Makarius.