KALBAR, KOMPASSINDO.COM – Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Koordinator Wilayah Kalimantan Barat, Sujak, SE, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dugaan pelanggaran hak buruh di Kabupaten Kubu Raya yang meninggal dunia tanpa mendapatkan perlindungan jaminan sosial yang seharusnya.

Dalam keterangannya kepada awak media, Sujak mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari almarhum Subur, seorang pekerja yang telah bekerja selama enam tahun di PT. BPG, namun tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan. Setelah Subur meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya dalam waktu lama, pihak keluarga mendatangi SBSI untuk meminta bantuan dalam menuntut hak almarhum.

“Kami menerima laporan bahwa almarhum Subur telah bekerja selama enam tahun, tetapi tidak pernah didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan. Ketika meninggal, pihak perusahaan hanya memberikan santunan sebesar Rp18 juta kepada ahli warisnya. Jumlah ini sangat jauh dari hak yang seharusnya diterima oleh keluarga almarhum,” ujar Sujak.

Menurutnya, jika hak pekerja dipenuhi sesuai dengan aturan perundang-undangan, maka santunan kematian yang seharusnya diterima keluarga jauh lebih besar. “Dalam aturan BPJS Ketenagakerjaan, pekerja yang meninggal dunia berhak mendapatkan jaminan kematian yang nilainya mencapai Rp42 juta. Selain itu, pesangon untuk pekerja yang meninggal dunia juga harus dikalikan gaji sesuai masa kerja 12 bulan serta tambahan masa kerja, yang seharusnya cukup besar. Namun, dalam kasus ini, hak tersebut tidak diberikan,” jelasnya.

Pelanggaran Perusahaan dan Lemahnya Pengawasan

Sujak menyesalkan lemahnya pengawasan terhadap perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya. Ia menilai, kasus seperti ini seharusnya mendapat perhatian serius dari pihak terkait agar tidak ada lagi pekerja yang dirugikan.

“Kasus ini menunjukkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan ketenagakerjaan. Seharusnya, jika ada laporan seperti ini, pihak berwenang segera bertindak dan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang melanggar. Namun, kenyataannya, tidak ada tindakan nyata yang dilakukan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Sujak mengungkapkan adanya dugaan permainan di balik kasus ini yang menyebabkan hak pekerja tidak diberikan sebagaimana mestinya. “Kami sudah berusaha menemui pihak perusahaan, tetapi mereka tidak menunjukkan itikad baik. Bahkan, dalam pertemuan yang dijanjikan pada 14 Februari lalu, pihak perusahaan tidak hadir,” katanya.

Menurut Sujak, perusahaan hanya memberikan jawaban normatif dan tidak transparan dalam menjelaskan alasan tidak terdaftarnya pekerja sebagai peserta BPJS. Ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan membiarkan kasus ini berlarut-larut tanpa penyelesaian yang adil.

“Yang lebih mengecewakan, di bulan puasa ini, kami terus mendampingi keluarga almarhum mencari keadilan. Namun, upaya kami sering kali dihadapkan dengan kebijakan yang tidak jelas. Ada aturan yang berubah-ubah dan justru lebih menguntungkan perusahaan daripada pekerja,” katanya.

Harapan untuk Penegakan Hukum yang Adil

Dalam kesempatan tersebut, Sujak menegaskan bahwa SBSI akan terus memperjuangkan hak para pekerja, terutama dalam kasus-kasus seperti ini. Ia berharap pemerintah dan instansi terkait dapat bertindak tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan ketenagakerjaan.

“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga hak keluarga almarhum benar-benar diberikan sesuai ketentuan yang berlaku. Jangan sampai ada pekerja lain yang mengalami nasib serupa,” tegasnya.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa masih banyak pekerja di Indonesia yang belum mendapatkan perlindungan hak ketenagakerjaan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pengawasan dari pemerintah dan kesadaran perusahaan untuk memenuhi kewajibannya sangat diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *