JAKARTA, KOMPASSINDO.COM – Selasa, 11 Februari 2025 – Bertempat di Kawisari Cafe, Kebon Sirih No. 77, Jakarta, digelar sebuah diskusi penting yang mengangkat tema seputar masalah sosial yang masih memprihatinkan di Indonesia, yakni kasus parental abduction atau penculikan anak oleh orang tua kandung. Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah narasumber yang berkompeten di bidangnya, termasuk Seto Mulyadi (Kak Seto) yang diwakili oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Trisya Suherman, Ketua Umum Moeldoko Center, Dr. Ahmad Sofian, S.H., M.A, seorang ahli hukum, serta kesaksian dari sejumlah ibu yang mengalami kasus parental abduction.
Diskusi ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menyuarakan keluhan dan aspirasi para ibu yang menjadi korban parental abduction, sekaligus meminta keadilan kepada pemerintah melalui kanal resmi “Lapor Mas Wapres”. Para ibu ini mengungkapkan perasaan terzolimi dan bingung menghadapi sistem hukum yang belum memberikan perlindungan yang memadai, terutama bagi mereka yang telah menjadi korban penculikan anak oleh orang tua kandung.
Menurut data yang dipaparkan dalam diskusi tersebut, penculikan anak oleh orang tua kandung masih sering terjadi di Indonesia, bahkan dalam kasus di mana pihak korban merupakan pemegang hak asuh inkracht. Sayangnya, meskipun sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi yang mengesahkan bahwa parental abduction adalah tindak pidana penculikan, lembaga terkait hingga saat ini belum memiliki instrumen hukum yang jelas untuk menyelidiki, menindak, dan menghukum pelaku, yang seringkali adalah orang tua kandung itu sendiri.
Fenomena ini telah mendorong lima ibu yang menjadi korban parental abduction untuk mengajukan permohonan penegasan terhadap pasal 330 ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2024. Meski putusan MK telah menyatakan dengan tegas bahwa parental abduction adalah tindak pidana penculikan, namun hingga kini belum ada solusi yang tepat bagi para korban. Dampak psikologis, gangguan emosional, serta masalah sosial yang dialami oleh anak-anak yang menjadi korban sangatlah berat. Tak hanya itu, perkembangan anak yang diculik pun terancam terganggu, dan banyak yang akhirnya harus menghadapi trauma berkepanjangan.
Melalui diskusi ini, para ibu berharap dapat memperoleh dukungan dari Wakil Presiden melalui kanal “Lapor Mas Wapres”, yang diharapkan menjadi sarana efektif untuk mengadukan permasalahan ini. Dengan begitu, langkah nyata bisa diambil untuk memberikan perlindungan lebih kepada anak-anak yang menjadi korban, serta memberikan keadilan yang seharusnya mereka terima.
Para narasumber dalam diskusi ini sepakat bahwa parental abduction adalah masalah yang harus segera ditanggapi dengan serius. Kak Seto, yang dikenal sebagai tokoh perlindungan anak, menegaskan bahwa negara harus hadir untuk melindungi hak anak dalam setiap situasi, termasuk dalam kasus penculikan yang dilakukan oleh orang tua kandung. Trisya Suherman, yang turut memberikan perspektif dari sisi sosial-politik, juga menyampaikan pentingnya kerjasama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah dan lembaga hukum, untuk menangani masalah ini secara lebih tegas.
Dr. Ahmad Sofian, ahli hukum yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menjelaskan bahwa meskipun hukum sudah memberikan ketegasan terhadap parental abduction, implementasi hukum di lapangan masih jauh dari harapan. Ia menyoroti bahwa adanya celah dalam proses penegakan hukum yang menyebabkan kasus ini kerap kali tidak ditindaklanjuti dengan baik.
Sebagai penutup, para ibu yang hadir dalam diskusi ini mengungkapkan rasa harapan dan tekad untuk terus memperjuangkan keadilan bagi anak-anak mereka. Mereka berharap dengan adanya perhatian dari Wakil Presiden melalui kanal “Lapor Mas Wapres”, masalah parental abduction dapat segera menemukan solusi yang adil, bukan hanya bagi para ibu, tetapi juga demi masa depan anak-anak yang menjadi korban.