Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat regulasi di sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun guna memastikan stabilitas dan pertumbuhan industri keuangan di Indonesia. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan bahwa berbagai kebijakan terbaru telah disiapkan sebagai bagian dari upaya implementasi regulasi yang lebih ketat dan adaptif terhadap perkembangan industri.
Dalam acara Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Regulatory Dissemination Day 2025 di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Senin (3/2), Mahendra menjelaskan bahwa OJK telah menerbitkan delapan regulasi turunan dari Undang-Undang pada 2023, dengan tambahan dua VOC (Voice of Customers) dan empat surat edaran sebagai bagian dari program legislasi OJK. Pada 2024, terdapat delapan regulasi tambahan serta lima peraturan baru yang sedang dalam proses penerbitan.
“Untuk 2025, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, termasuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai program penjaminan polis dan asuransi wajib. Regulasi ini nantinya akan berdampak besar pada sektor jasa keuangan, khususnya industri asuransi,” ujar Mahendra.
Fokus Regulasi 2025: Penguatan Industri dan Digitalisasi
OJK menargetkan lima pokok utama dalam VOC 2025, di antaranya standar kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi dan dana pensiun, manajemen risiko, serta penguatan modal industri asuransi konvensional dan syariah. Dalam tiga tahun terakhir, telah diterbitkan 34 regulasi yang diharapkan mampu menciptakan industri asuransi yang lebih solid dan berdaya saing.
“Regulasi OJK tidak akan berdampak optimal jika pelaku usaha tidak memiliki komitmen untuk menjalankannya. Oleh karena itu, sosialisasi ini menjadi sangat penting agar industri memahami dan siap mengimplementasikan aturan-aturan baru,” tambah Mahendra.
Salah satu isu krusial yang dibahas dalam acara ini adalah peningkatan ekuitas perusahaan asuransi, yang dinilai masih menjadi tantangan bagi sebagian besar pelaku industri. Regulasi terbaru mengharuskan perusahaan asuransi memiliki modal yang lebih kuat agar mampu menghadapi risiko dan memberikan perlindungan optimal bagi nasabah.
“Penguatan regulasi ini bertujuan untuk memastikan industri asuransi memiliki fondasi keuangan yang kokoh, sesuai dengan standar internasional. Jika modal industri lemah, maka daya tahannya terhadap risiko juga rendah,” tegas Mahendra.
Transformasi Digital dalam Sektor Perasuransian
Selain aspek regulasi, OJK juga menyoroti peran digitalisasi dalam industri asuransi dan penjaminan. Digitalisasi menjadi keharusan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, serta kemudahan akses bagi masyarakat.
“Setiap lembaga jasa keuangan, termasuk asuransi dan dana pensiun, harus memiliki layanan digital yang memungkinkan nasabah memperoleh informasi dan layanan secara cepat dan efisien,” kata Mahendra.
OJK telah memperkenalkan sistem layanan digital bagi perusahaan asuransi, memungkinkan nasabah mengakses informasi kepesertaan dan saldo dana pensiun secara daring. Selain itu, perusahaan teknologi finansial (fintech) juga diberikan ruang untuk berkolaborasi dengan industri asuransi dalam pengembangan layanan berbasis teknologi.
“Kita ingin menciptakan ekosistem yang inklusif, di mana masyarakat dari berbagai lapisan dapat mengakses perlindungan asuransi dengan lebih mudah. Dengan digitalisasi, kita dapat menjangkau segmen yang selama ini sulit terlayani oleh perusahaan asuransi konvensional,” tambahnya.
Dinamika Industri: Tantangan dan Harapan
Di tengah implementasi regulasi baru, masih ada tantangan yang dihadapi oleh industri, terutama terkait pemenuhan modal dan adaptasi terhadap kebijakan terbaru. Beberapa pelaku usaha mengajukan permintaan relaksasi kepada OJK, mengingat kebijakan ekuitas baru dinilai cukup membebani.
“Kami memahami bahwa ada beberapa perusahaan yang masih berjuang memenuhi ketentuan ekuitas baru. Namun, regulasi ini dirancang untuk melindungi industri dan konsumen dalam jangka panjang. Kami juga menyediakan alternatif bagi perusahaan yang belum mampu memenuhi persyaratan modal, termasuk opsi kerja sama dalam kelompok usaha,” jelas Mahendra.
Meski menghadapi berbagai tantangan, OJK optimistis bahwa sektor perasuransian Indonesia akan semakin kuat dengan regulasi yang lebih ketat dan penerapan digitalisasi. Dengan sinergi antara regulator, industri, dan pemangku kepentingan lainnya, diharapkan sektor ini mampu tumbuh berkelanjutan dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat luas.
Masa Depan Industri Asuransi Indonesia
Regulasi baru OJK menjadi langkah penting dalam memperkuat industri asuransi dan penjaminan di Indonesia. Dengan adanya standar keuangan yang lebih baik, peningkatan transparansi, serta adopsi teknologi digital, sektor ini diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang lebih stabil dan berdaya saing tinggi di tingkat global.
“Kolaborasi antara pemerintah, regulator, dan pelaku industri menjadi kunci keberhasilan implementasi regulasi ini. Dengan komitmen bersama, kita dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih sehat dan berkelanjutan,” tutup Mahendra.
Dengan berbagai inisiatif yang sedang berjalan, 2025 akan menjadi tahun yang krusial bagi industri perasuransian Indonesia dalam menghadapi tantangan sekaligus memanfaatkan peluang di era digitalisasi dan regulasi yang semakin ketat.